LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN IV
PENETAPAN KADAR PROTEIN SECARA BIURET
OLEH :
NAMA : AMALIAH FAUZIAH KADIR
NIM : F1F1 12 024
KELOMPOK : IV
KELAS : A
ASISTEN : GAYUH AGASTIA
LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013
PENETAPAN KADAR PROTEIN SECARA BIURET
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melakukan penetapan kadar protein dengan metode biuret.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Protein adalah komponen yang terdiri atas atom karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relative sangat besar, yaitu berkisar 8.000 sampai 10.000. protein yang tersusun dari hanya asam amino disebut protein sederhana. Adapun yang mengandung bahan selain asam amino, seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein kompleks. Secara biokimiawi, 20 persen dari susunan tubuh orang dewasa terdiri dari protein. Kualitas protein ditentukan oleh jumlah dan jenis asam aminonya (Devi, 2010).
Protein terkandung dalam makanan nabati dan hewani, tetapi protein hewani paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Sumber protein yang berasal dari hewani antara lain telur yang mengandung albumin, daging tanpa lemak yang mengandung myosin, susu yang mengandung kaseinogen dan laktalbumin dan keju yang mengandung kasein. Sumber protein yang berasal dari nabati antara lain gandum dan gandum hitam yang mengandung zat perekat dan kacang-kacangan yang mengandung polong-polongan (Watson, 2002).
Kebutuhan nutrient yang perlu diketahui antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Protein merupakan zat makanan yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukkan jaringan, penggantian jaringan-jaringan tubuh yang rusak, serta penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan. Protein merupakan bagian terbesar dari daging ikan. Oleh karena itu, dalam menentukan kebutuhan nutrisi, kebutuhan protein perlu dipenuhi terlebih dahulu (Suhenda dan Evi 1997).
Protein juga dapat digunakan sebagai sumber energy seperti halnya lemak dan karbohidrat. Mengingat harga protein relative lebih mahal dibandingkan dengan lemak dan karbohidrat, maka protein diusahakan dimanfaatkan hanya untuk pertumbuhan dan penggantian jaringan yang rusak (Suhenda dan Evi 1997).
Protein merupakan salah satu kelompok makronutrien yang berperan penting dalam pembentukan biomolekul sebagai sumber energi. Strukturnya yang mengandung N, di samping C, H, O, S dan kadang kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan organisme seperti hewan dan manusia. Pada organisme yang sedang tumbuh, protein sangat penting dalam pembentukan sel-sel baru. Oleh sebab itu apabila organisme kekurangan protein dalam bahan makanan maka organisme tersebut akan mengalami hambatan pertumbuhan ataupun dalam proses biokimiawinya. Pentingnya protein dalam jaringan hewan dapat ditunjukkan oleh kadarnya yang tinggi yaitu antara 80 – 90% dari seluruh bahan organik yang ada dalam jaringan hewan (Maharani dan Yusrin, 2010).
Fungsi protein adalah: a) sebagai bahan bakar atau energi karena mengandung karbon, maka dapat digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar. Protein akan dibakar manakala keperluan tubuh akan energi tidak diterpenuhi oleh lemak dan karbohidrat; b) Sebagai zat pengatur yaitu mengatur berbagai proses tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai bahan pembentuk zat-zat yang mengatur berbagai proses tubuh; dan c) Sebagai zat pembangun yaitu untuk membantu membangun sel-sel yang rusak maupun yang tidak rusak. Kebutuhan protein meningkat sesuai dengan pertambahan umur. Analisa protein dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) Analisa kualitatif: Test Biuret, Test Molish, Test Xanthoprotein, Test Millon, Test Ninhidrin; dan 2) Analisa kuantitatif: Metode Dumas, Spektrofotometri UV, Titrasi formol, Turbidimetri atau kekeruhan, dan Metode Kjeldahl (Maharani dan Yusrin, 2010).
F. PEMBAHASAN
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein dibedakan satu sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam aminonya. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan nutrisi dan sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, dimana protein merupakn sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh).
Pada percobaan penentuan kadar protein secara biuret ini, penentuan kadar protein didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks yang berwarna ungu. Hal ini terjadi apabila protein bereaksi dengan tembaga dalam lingkungan alkali.
Sampel yang digunakan untuk menetapkan kadar protein secara biuret adalah susu bubuk dan putih telur. Sampel susu bubuk ditimbang sebanyak 0,05 gram dan diencerkan dengan akuades sebanyak 5 ml. Setelah mendapatkan larutan susu, larutan susu tersebut dipipet sebanyak 1ml, ditambahkan 4 ml reagen biuret dan didiamkan selama 30 menit. Ini bertujuan agar proses pembentukan senyawa kompleks berwarna dapat berlangsung dengan benar-benar sempurna. Perlakuan yang sama juga di lakukan untuk sampel putih telur. Untuk sampel putih telur dibuat 5 larutan dengan konsentrasi yang berbeda.
Terjadinya ikatan komleks yang berwarna ungu apabila protein bereaksi dengan tembaga dalam suasana alkali dalam hal ini digunakan NaOH sebagai basa kuat yang memiliki ion OH- yang tinggi dalam larutan sehingga mampu mengikat ion H+ pada larutan tersebut. Ion H+ yang lebih reaktif tersebut dapat diikat dan tak akan bereaksi dengan gugus amino, sehingga ion Cu2+ dapat bereaksi dengan gugus amino dari ikatan peptida dari protein dalam larutan susu (kasein). Senyawa kompleks ini terlihat segera setelah penambahan reagen biuret dengan terbentuknya warna ungu pada larutan.
Senyawa dengan dua atau lebih ikatan peptida apabila direaksikan dengan garam Cu2+ (kupri) pada suasana basa maka akan membentuk suatu kompleks warna ungu violet yang absorbansinya dapat dibaca pada panjang gelombang 546nm. Reaksi warna bisa terjadi karena ion Cu2+ merupakan golongan transisi yang orbital d nya tidak penuh. Sehingga terjadi transisi elektron pada senyawa kompleks (ligan-ion logam) dari orbital d yang satu ke orbital d lainnya. Transisi ini terjadi dari ligan yang kaya elektron ke ion Cu2+ yang miskin elektron.
Setelah senyawa kompleks berwarna terbentuk, baru dilakukan pengukuran dengan spektrometer UV pada panjang gelombang 540 nm. Pada percobaan ini digunakan metode spektroskopi yaitu pengidentifikasi suatu objek dengan menggunakan kriteria warna. Dalam percobaan ini, kita menggunakan kriteria warna ungu dari protein. Sehingga didapatkan larutan protein yang berwarna ungu pada masing-masing konsentrasi.Warna dari larutan protein berbeda-beda dari berbagai konsentrasi. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin pekat warna yang terbentuk dan sebaliknya. Di dalam spektrofotometer, larutan protein mengadsorbsi cahaya yang diberikan kepadanya. Hal ini merupakan wujud dari interaksi suatu atom dengan cahaya. Dimana energi elektromagnetiknya ditransfer ke atom atau molekul sehingga partikel dalam protein dipromosikan dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi, yaitu tingkat tereksitasi. Dari hasil pengidentifikasian pada spektrofotometer, didapatlah harga absorbansi pada masing-masing konsentrasi. Semakin besar konsentrasi maka semakin banyak protein yang diserap atau diabsorbsi, sehingga harga absorbansi yang didapat semakin besar juga.
G. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah penetapan kadar protein secara biuret didasarkan atas pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks berwarna ungu violet yang terjadi ketika protein bereaksi denga tembaga dalam lingkungan alkali. Semakin tinggi konsentrasi protein yang terdapat dalam larutan maka semakin pekat pula kompleks warna ungu yang dihasilkan. Absorbansi suatu larutan berbanding lurus dengan konsentrasinya, sehingga semakin besar konsentrasi maka semakin banyak protein yang diserap atau diabsorbsi, sehingga harga absorbansi yang didapat semakin besar juga.
DAFTAR PUSTAKA
Devi, Nirmala. 2010, Nutrition and Food, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, Halaman 33-34.
Maharani, Endang Triwahyuni dan Yusrin, 2 Kadar Protein Kista Artemi Curah Yang Dijual Petambak Kota Rembang Dengan Variasi Suhu Penyimpanan, Prosiding Seminar Nasional UNIMUS 2010, Universitas Muhammadiyah
Semarang.
Suhenda, Ningrum dan Evi Tahapari, 1997, Penentuan Kebutuhan Kadar Protein Untuk Pertumbuhan Dan Sintasan Benih Ikan Jelawat, Jurnal Penenlitian Perikanan Indonesia, Vol. III, No. 2, Sukamandi.
Watson, Roger, 2002, Anatomi dan Fisiologi, Edisi 10, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Halaman 359-360.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar